kembang sepatu kembang terindah...

Tuesday, June 23, 2009

Ini Impian Saya

Saya kenal Abu, suami saya sekarang sudah lama. Kenalnya baru kenal wajah. Baru benar-benar kenalan Juli 2006. Dan baru pacaran beneran sekitar November 2008. Itupun melalui proses pengenalan pribadi masing-masing yang nggak cepat. Walaupun semuanya terasa lancar dan nggak ada masalah yang besar.
Pengalaman masa lalu saya banyak mengajarkan saya untuk tidak terlalu percaya pada satu hubungan. Tapi harus yakin dulu dari dalam hati.
Akhirnya kita sama-sama kerja di Jogja. Kehidupan yang membuat saya bisa kenal dia, dia kenal saya lebih banyak lagi. Dan enak sekali dengan dia. Nggak harus jaim, nggak harus nutupin apa-apa. Dia bisa jadi pacar, kakak, adik, teman kerja, dan teman becanda yang seru.
Kita memutuskan untuk menikah. Tanggal 3 Agustus 2008 dipilih. Keputusan ini keputusan berdua. Lalu mulailah persiapan itu.
Menyenangkan sekali menyiapkan perkawinan ini. Tanpa sengaja, kenalan dengan Nadya di Multiply. Cewek yang gambarnya bagus. Hanya kenalan dari situ, chatting, dan jadilah Nadya yang mendesain undangan saya.
Ada Mas Iwang dari Keroncong Chaos. Pemain gitar yang juga kartunis. Dialah yang menggambar karikatur saya dan Abu untuk dijadikan gantungan kunci sebagai souvenir.
Tante Upik yang jadi dekoratornya. Istri adik ibu saya ini memang punya keahlian mendekorasi dengan selera etniknya yang sesuai dengan mimpi saya. Semua barang Tante Upik dapatkan dari galeri Tante Nanan Djohan. Seorang sahabat lamanya yang punya gallery di Jakarta.
Liza teman saya menawarkan mendekor bunganya. Liza dan Tante Upikpun rembuk bersama untuk membuat suasana yang diinginkan.
Baju saya jahit di Jogja. Penjahitnya adalah Bp dan Ibu Tuijo, yang ternyata pernah kerja di salah satu butik di Jakarta, yang ngetop dengan knit kebayanya yang uenak. Gea teman saya di Jogja yang merekomendasikan mereka.
Lalu....ada Sandrina, sahabat saya waktu SD yang mau jadi MC. Walaupun dia sedang hamil 8 bulan, tapi dia tetap bersemangat mau jadi MC.
Lalu ada teman-teman yang bersedia jadi panitia kecil.
Lalu ada rumah mertua kakak saya, Mas Yudi, yang sedang kosong dan bisa dipakai jadi tempat acara.
Dan semuanya menjadi mudah.
Bantuan datang dari mana-mana.

Ini dia impian saya. Pesta kecil yang akhirnya kedatangan lebih dari yang kami berdua perkirakan.

Ini dia impian saya. Hidup dengan seseorang yang bisa berbagi "hidup"nya dengan saya, senang atau susah. Yang tidak menyerah begitu saja dengan kekurangan kami masing-masing.

Ini dia impian saya. Mencintai seseorang tanpa embel-embel karna dia ngetop, punya tabungan yang super banyak, tapi bonus wajahnya cakep di mata saya.

Ah...semoga semoga semoga.....

http://farm4.static.flickr.com/3254/2781226246_cafa8589c8_b.jpg

Thursday, December 6, 2007

Bersepeda

Berita di koran soal kemacetan di Jakarta rasanya sudah bukan berita baru lagi. Sampai capek rasanya membaca berita yang sama hampir tiap hari. Belum lagi cerita teman-teman saya dari Jakarta. Dari yang sabar, pasrah...sampai yang jadi sering berantem sama suaminya karena stress di jalan. Kakak saya yang dokter gigi, tempat prakteknya hanya 3 KM dari rumah, sekarang harus berangkat kurang lebih 45 menit sebelumnya, karna dia nggak mau telat hanya karna macet.
Saya membaca koran lagi tanggal 22 November yang lalu. Ajakan bersepeda oleh SBY yang diadakan di Surabaya. Tujuannya sih.... untuk mensukseskan acara Konferensi Internasional Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Perubahan Iklim UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change) di Bali pada 3-14 Desember 2007.
Saya jadi ragu, apa iya ajakan ini bisa terealisasi? Atau hanya ikut-ikutan saja supaya kita dibilang negara yang peduli pada dampak perubahan iklim?
Pada berita itu juga disebutkan "Untuk memasyarakatkan penggunaan sepeda sebagai alat transportasi sehari-hari warga Surabaya, tentu perlu upaya keras yang dilandasi niat dan semangat kuat bahwa bersepeda akan dapat meningkatkan kualitas udara yang dihirup warga kota. Ada sejumlah kendala berat yang secara tidak langsung menjadi tantangan. Misalnya, sinar matahari yang menyengat, suhu udara yang tinggi, serta polusi udara yang sangat mengancam kesehatan. Jarak tempuh perjalanan harian rata-rata warga kota yang cukup jauh menjadi salah satu kendala yang cukup sulit diatasi bila hanya menggunakan sepeda".
Saya lalu membaca lagi berita di koran tentang kebijakan baru di Perancis. Negara yang kemacetannya dikategorikan cukup tinggi dengan para supir yang tidak disiplin itu, mulai menerapkan sistem pemakaian sepeda untuk jarak yang tidak jauh. Pemerintah menerapkan sistem sewa gratis untuk 30 menit pertama, dan harga sewa seharga 1 Euro (sekitar 14.000 rupiah) untuk sewa/jam berikutnya. Dan sambutan masyarakatnya besar sekali.
Jangan melihat karena udara disana lebih segar. Atau udara disana lebih bersih.
Menurut saya, ini lebih kepada kemauan kita aja. Dan juga gaya hidup. Di Jogja, saya bisa naik sepeda kemana-mana, walaupun disini banyak teman saya yang asli Jogja tidak naik sepeda.
Tapi lingkungan disini membuat saya nyaman bersepeda. Dan tidak perlu repot mengomentari pertanyaan orang-orang disini, kok naik sepeda, kenapa naik sepeda....dll.....
Saya pikir, mungkin minat bersepeda di Jakarta bisa dibangun dari gaya hidup. Anak sekarang yang sudah biasa naik turun mobil ber AC atau naik motorpun, menganggap naik sepeda itu bukan menyelesaikan masalah kemacetan di Jakarta. Tapi sebenarnya, itu adalah awal yang positif lhooo....
Seorang teman saya di Bali punya inisiatif terhadap dirinya sendiri. Dia tidak mau bergantung dengan teknologi ataupun mesin. Jadinya dia mulai membiasakan naik sepeda kemana-mana... menutup nomor Handphonenya, dan belakangan dia mulai 'belajar' jalan kaki keman-mana. Semata untuk "melepaskan ketergantungan dengan gaya hidup yang sebenarnya kita ciptakan sendiri. Bisa apa kita kalau tiba-tiba Indonesia bangkrut?" , begitu argumennya dengan saya ketika saya bilang, kurang kerjaan deh....jalan kaki dari Denpasar ke Kuta?
Tapi ternyata benar juga ya teman saya itu. Coba semuanya di Jakarta, dari golongan yang bisa menjadikan bersepeda jadi gaya hidup memulai jadi pelopor. Pasti akan diikuti sama yang lain. Semisal gaya rambutlah, atau gaya berbicara. Mungkin bersepeda bisa jadi pilihan yang membebaskan orang Jakarta jadi stress karena macet. Dan jadi gaya hidup yang 'cool' dan 'keren'.
Mungkin jangan dimulai dari SBY.
Mungkin bisa dimulai dari Cinta Laura atau Tora Sudiro yang naik sepeda.......
Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket
Boling,Kuts,Lila bersepeda

Thursday, November 1, 2007

Heran

Heran.
Ada beberapa teman yang senangnya mengorek cerita kita, tapi kalau dia dikorek nggak mau. Ada teman yang suka becandain kita gila-gilaan, tapi kalau dia dibecandain nggak mau. Ada teman yang suka godain kita dengan nyeleneh, tapi giliran dia digodain, nggak mau.

Heran..
Kenapa orang yang nemuin HP kita yang ketinggalan, nggak mau berbesar hari mengembalikannya ke yang punya. Udah lupa (lupa mau diapain dong), harus ngumpulin uang lagi untuk beli HP baru. Yah....ini sih namanya memang nasib ya..... (HP saya yang baru beli 3 minggu yang lalu hilang hari ini).

Heran....
Kenapa orang yang berdagang, atau yang menjual jasa itu tidak persiapan uang kembalian untuk lancarnya transaksi ya? Kenapa harus kita para konsumen dan pemakai jasa mereka yang sibuk cari tukeran uang untuk membayar mereka?
Naik taksi, harus dibulatkan nilai Rupiahnya karena supirnya "tidak punya uang kembalian". Beli pulsa dengan jumlah Rupiah yang 'nanggung', harus menunggu lama dulu karena penjualnya "tidak punya uang kecil". Makan gudeg enak, harus kebingungan dulu cari lembaran uang yang lebih kecil, karena ibu penjualnya "tidak punya uang kembalian". Ke salon, cuci rambut, diblow, harus berdebat dulu dengan kasirnya karena mereka "tidak punya uang kecil". Katanya konsumen itu raja. Tapi? (Ini hanya beberapa contoh. Saya sering sekali mengalami hal ini).

Heran....

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

Saturday, October 27, 2007

Menikmati sejuta rasa

Wah, udah lama rasanya saya meninggalkan halaman blog saya sejak pulang 'kampung' ke Jakarta tanggal 9 Oktober yang lalu. Waktu berinternet banyak dihabiskan dengan browsing beberapa website dan 'permainan' wajah baru a.k.a Facebook. Berbondong-bondong saya mengikuti rombongan pencinta website. Pindah dari Friendster ke Facebook, lalu entah kemana lagi nanti kalau ada yang lebih asik. Tapi terus terang saya menikmati Facebook. Menu dan permainannya yang banyak dan menyibukkan, membuat seperti gaya hidup yang terbentuk di dunia maya. Saling kirim bunga, beli membeli bunga dan ikan, menyuguhi minuman sesuai mood dan udara, dan mengebom pulau seorang teman....

Mmm... mungkin sedikit flashback cerita pulang kampung saya kemarin. Saya pulang naik kereta Taksaka pagi bertiga Abu dan Kiki. Sampai Jakarta, saya sudah siap mental kena macet, dan ternyata lumayan terasa macetnya di daerah Rawamangun. Selanjutnya pulang kerumah dan bahagia sekali ketemu keluarga saya. Kakak laki-laki saya sebulan yang lalu terkena musibah, rumahnya kebakaran. Walaupun tidak habis, 'hanya' ruang tamunya yang habis, tapi ya...mereka tidak bisa tinggal di rumahnya. Jadilah mereka tinggal sementara di rumah orangtua kita lagi. Jadinya di rumah rame...banget.... Tiga keponakan saya sudah besar-besar dengan seekor kucing persia mereka yang cantik.

Di Jakarta, saya habiskan dengan ketemu sahabat-sahabat saya. Sebisa mungkin menghindari mall, karena membayangkan keramaiannya,saya jadi males.... Maka saya mengajak mereka datang ke rumah dan minum kopi sama-sama di rumah. Buka puasa bareng dengan menu rumahan yang yummy.....
Hari-hari selanjutnya sakit karena kecapekan. Dua hari terakhir akhirnya mengunjungi PI Mall dan Citos untuk jalan-jalan menjelang Lebaran. Menakjubkan melihat warga negara dengan mata uang rupiah yang mau mengeluarkan uang untuk membeli baju dari merek yang bikin gaya dengan kurs Euro. Untung sekarang standard belanja saya sudah menurun (hahaha....) karena kalau enggak, rasanya nggak rela juga untuk boros seperti dulu. Melihat baju salah satu merek yang sedang trend, saya sebenarnya sudah gatel.Tapi dilihat-lihat lagi, sebenarnya saya bisa kreatif dengan pakaian bekas, atau pakaian lama, tapi dimodifikasi jadi seperti baru dan mahal.

Lebaran sudah pasti membahagiakan sekaligus melelahkan dan membuat perut kenyang tidak jelas. Hari pertama tema bajunya baju linen putih model kimono dan kain tie dye buatan Ghia, seorang teman di Jogja. Bongkar-bongkar lemari ibu saya, di hari kedua saya memakai rok terusan bekas ibu saya + sabuk besar coklat yang kakak saya beli tahun 87 + dipadu legging coklat tua + flat shoes warna silver bronze.

Kembali ke Jogja tanggal 19 Oktober. Rasanya biasa-biasa saja. Jakarta yang kali ini saya kunjungi lumayan ramah dan akrab dengan hati saya. Tiga hari disini saya terkena penyakit sinusitis. Pagi hari kepala pusing sampai ke dekat mata. Keputusan tepat untuk menghentikan kebiasaan rokok. Sulit menghentikan merokok tanpa punya alasan yang kuat. Rokok terlalu nikmat untuk ditinggalkan.Tapi sampai sekarang, sudah 5 hari saya berhenti merokok.

Sejuta rasa di Jogja ini mulai akan saya tinggalkan sejenak. Segera. Mungkin saya harus kembali ke Jakarta tahun depan. Atau malah akhir tahun ini. Cari pekerjaan tetap. Saya sedang menikmati bulan-bulan terakhir menetap disini. Tapi akhir minggu ini rasanya masih biasa-biasa saja. Yang jelas, saya senang dapat menikmati sejuta rasa yang berubah-ubah di tiap fase hidup saya.

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket
Ini Dimas, keponakan saya.

Lila

Monday, October 8, 2007

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

Friday, October 5, 2007

Dua hari ini saya lagi tidak senang dengan hawa di Jogja. Bukan hanya angin segarnya saja yang seperti berhembus entah kemana, tapi juga sengatan matahari yang membuat kesal dan kepala jadi pening. Puasa saya sepertinya batal deh....waktu kemarin saya ngedumel terus karena tidak tahan dengan panas. Hari itu saya harus ke Bantul dalam rangka kerjaan, jadinya harus rela kena panas Jogja tadi.

Hari ini angin lumayan sejuk. Padahal coba kemarin sejuknya datang, karena hari ini saya sedang tidak puasa. Tadi pagi tidur nyenyak tidak sadar apa-apa, sampai terbangun kaget jam 5 pagi. Sebenarnya sih.... nggak saur bukan jadi alasan kuat untuk tidak berpuasa, tapi pagi tadi kepala saya pusing, perut saya juga nggak enak. Mungkin karena faktor terkena panas kemarin ya....

Wah...memikirkan panas, jadi terbayang nanti tanggal 9 Oktober pulang ke Jakarta. Kalau tidak ingat Ibu saya ada di sana, rasanya males juga harus berpanas-panas dan bermacet-macet ria di Jakarta. Tapi saya udah senang kok..... membayangkan ke Jakarta dengan segala atribut ibukotanya.

Hari ini badan saya lumayan udah enakan.

Semoga besok Jogja nggak terlalu panas lagi.

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

Lila

Monday, September 17, 2007

Hari-hari puasa

"Pak, kudanya udah makan?"
"Sampun, mbak..."
"Udah dikasih minum, pak?"
"Sudah kok mbak..."
"Kasian pak, kudanya dijemur dipanas matahari"
"Ah...dia udah biasa kok...."
Suatu siang di samping Mirota Batik daerah Malioboro, Jogja.
Setelah tadi saya ke Museum Vredeburg dalam rangka reservasi tempat untuk launching program, saya sempatkan sebentar untuk sekedar memanjakan diri mampir ke Mirota batik. Tidak untuk beli sesuatu, tapi untuk melihat ada apa lagi barang-barang etnik yang baru.
Selesai berkeliling kurang lebih hanya lima belas menit, waktu jelajah yang lumayan singkat untuk si penikmat barang dagangan etnik macam saya, sayapun memutuskan untuk ke toko sepeda dan mengecek rem sepeda yang tidak stabil. Ketika mengambil sepeda di parkiran dan melintas di depan sebuah andong gagah, saya melihat pemandangan seekor kuda yang dijemur kepanasan. Sementara sang kusir duduk terkantuk-kantuk di bangkunya. Mulut si kuda seperti biasa berbuih, kehausan. Dan saya lihat tidak ada tanda-tanda adanya segeletak ember untuk atau bekas memberi dia makan ataupun minum. Jadilah saya berhenti sebentar untuk sekedar tanya-tanya keadaan si kuda tadi.
Nggak ada yang bisa saya perbuat, selain membatin didalam hati, semoga hubungan antara kusir dan kudanya baik-baik saja, jadi kuda-kuda itu tidak hanya dieksploitasi.
Hubungan yang menjadi seperti keluarga besar juga terasa di bulan puasa ini. Walaupun jauh dari rumah, tapi di kontrakan saya di sini, kita selalu rame-rame saur dan buka puasa sama-sama. Belanja bahan makanan, masak bareng, dan menghabiskan makanan sama-sama juga. Ngantuk sih....karena saya dan Kiki harus bangun satu jam lebih awal dari yang laen, tapi rasanya jadi nggak kesepian. Hari ketiga puasa, kita ngumpul sama-sama di rumah Eko dan Dian, trus masak dan buka puasa. Menunya macem-macem. Mulai dari es mangga, macaroni, salad, sampai nasi dan ikan goreng, sambal terasi dan gule ayam campur jamur. Yummy........
Hari itu buka puasanya di teras belakang rumahnya Eko dan Dian. Launching kedua teras belakang mereka, setelah launching pertama dengan orangtuanya Eko minggu sebelumnya.
Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket
Saya udah nggak sabar untuk menyelesaikan video diary anak-anak SMA sebelum libur panjang Lebaran, untuk pulang ke Jakarta dan jadi anak bungsu Ibu saya lagi.

Lila